A. Realita
Pertemuan Budaya
Seiring semakin
mengecilnya dunia akibat globalisasi kapitalisme dan perkembangan teknologi
informasi, maka kemungkinan bertemunya antar orang-orang dari berbagai belahan
dunia semakin besar pula. Pertemuan yang tidak lagi harus secara real fisik
melainkan dapat melalui media-media simbolik transmisioner semacam: telepon,
televisi atau internet. Pertemuan yang tidak mungkin dihindari jika masih ingin
exsist daripada mengambil pilihan lain yaitu menghindar (withdrawl) dan
kemudian tertinggal lalu terpuruk pada akhirnya. Pertemuan yang bukan hanya
antar orang-perorang semata, melainkan sesungguhnya juga pertemuan antar
budaya.
Akibatnya adalah
persoalan benturan budaya semakin mengemuka. Persoalan yang tidak sekedar
menuntut pemecahan melainkan lebih pada pemahaman dan kesadaran: akan
keberagaman budaya yang membawa pada kemampuan; beradaptasi, menerima
perbedaan, membangun hubungan yang luas, mengatasi konflik interpersonal, dan
memenangkan globalisasi.
Diakui hubungan
antar budaya adalah suatu tantangan besar bagi manusia. Di dalamnya terdapat
kepastian akan adanya perbedaan-perbedaan yang kadang menyakitkan terutama
ketika dihadapkan pada pengambilan keputusan dan kepastian akan kemungkinan
mengalami konflik serta keharusan menerima perbedaan.
B. Keberadaan Pendekatan Psikologi Lintas Budaya
Digabungkan
dengan pengertian psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia maka
pendekatan psikologi lintas budaya adalah sebuah cara pandang mengenai
pemahaman kebenaran dan prinsip-prinsip perilaku manusia dalam sebuah kerangka
lintas budaya. Sedangkan penelitian psikologi lintas budaya adalah penelitian
mengenai perilaku manusia di mana membandingkan aspek-aspek psikologis yang
menjadi ketertarikan penelitian pada berbagai budaya. Lebih sekedar mempelajari
kesamaan dan perbedaan aspek-aspek psikologi manusia antar budaya, penelitian
lintas budaya tidak membatasi diri pada studi-studi komparatif menggali prinsip
universalitas (benar untuk semua orang dari semua budaya) atau pun
culture-specific (benar untuk semua orang dari sebuah budaya) namun juga
mengkaji mendalam suatu perilaku unik individu-individu dari khas suatu budaya
(indigenous psikologi).
C. Budaya
: Konsep Dan Definisinya Secara Umum
Kata budaya
digunakan dalam berbagai diskursus dan ini diakui dikarenakan luasnya aspek
kehidupan yang disentuh. Murdock (1971) mendeskripsikan budaya dalam tujuh
puluh sembilan ragam aspek kehidupan, yang oleh Berry (1980, dalam Berry, 1999)
dikategorisasi ulang hingga dapat teringkas menjadi delapan aktifitas
kehidupan. Kedelapan kategori tersebut adalah:
1.
Karakteristik umum
2.
Makanan dan Pakaian
3.
Rumah dan Teknologi
4.
Ekonomi dan Transportasi
5.
Aktifitas individual dan Keluarga
6.
Komunitas dan pemerintahan
7.
Kesejahteraan, religi, dan ilmu pengetahuan
8.
Seks dan lingkaran kehidupan (Matsumoto, 1996)
D. Budaya
Dalam Psikologi Lintas Budaya
1.
Definisi Budaya dalam Psikologi Lintas Budaya
Sebuah definisi mengenai budaya yang disepakati
bersama dalam konteks psikologi lintas budaya diperlukan guna pemahaman yang
sama mengenai apa yang dimaksud budaya dalam psikologi lintas budaya. Syarat
dalam definisi ini adalah benar-benar menggambarkan sisi psikologi- mempelajari
individu manusia sekaligus memenuhi semua aspek dari budaya itu sendiri sebagai
konstruk sosial (milik kelompok).
Mendasarkan diskusi di atas maka pengertian budaya
dapat disimpulkan sebagai seperangkat sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku
yang dimiliki oleh sekelompok orang, namun demikian ada derajat perbedaan pada
setiap individu, dan dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2.
Budaya Sebagai Konstruk Individu dan Konstruk
sosial
Budaya adalah tak pernah lepas dari pengertian suatu kelompok
individu. Ia merupakan kekhasan yang membedakan kelompok tersebut dengan
kelompok lain. Ketika kita berbicara mengenai orang Solo misalnya terlebih yang
tinggal di region tersebut tampak memiliki kesamaan dalam karakter kepribadian,
perilaku, dan nilai-nilai yang selama ini melalui konsensus dikatakan sebagai
budaya Solo atau Jawa. Disini budaya berlaku sebagai suatu konstruk sosial.
Namun ada pula orang Solo yang kurang memahami atau
hanya menerima sebagian saja nilai-nilai dari budaya Solo, meski asli keturunan
dan tinggal di Solo. Perilaku dan pola pikirnya sangat berbeda dengan
stereotype kita mengenai orang dan budaya Solo. Ia orangnya sangat asertif,
materialistis, atau pun berpandangan egaliter terhadap orang tua hingga
terkesan tidak mengenal sopan santun dan sama sekali tidak paham masalah
pewayangan. Perbedaan-perbedaan individual dalam menyerap nilai budayanya ini
menunjukkan bahwa budaya dapat berlaku sebagai suatu konstruk individual.
3.
Budaya versus Kepribadian
Pengertian yang menegaskan adanya perbedaan individual
dalam budaya sering disalahpahami orang bahwa definisi yang diberikan di atas
menjadikan pengertian budaya tampak tidak berbeda dengan pengertian
kepribadian. Sebenarnya pengertian budaya yang diberikan sudah menjelaskan
adanya perbedaan antara budaya dengan kepribadian dengan beberapa argumentasi
berikut:
Pertama, bahwa budaya adalah atribut kelompok (conglomeration
of attribute) yang dimiliki bersama oleh semua anggota kelompok budaya
tersebut.
Kedua, adanya stabilitas eksistensi dari budaya
sebagai hasil komunikasi dan transmisi dari satu generasi berikutnya – pola vertikal.
Ketiga, sebagai argumentasi yang menunjukkan perbedaan
budaya dengan kepribadian adalah kenyataan bahwa budaya merupakan sebuah makro
konsep.
4.
Relativitas dan Universalitas
Menurut pandangan relativitas, budaya dan
fungsi-fungsi psikologi manusia saling mempengaruhi satu sama lain sehingga
keduanya terus berkembang (culture and psyche make each other up). Hal ini
menjadikan penjelasan tentang fungsi-fungsi psikologis manusia adalah berbeda
dari satu budaya dengan budaya lain. Karenanya konsep mengenai penghayatan
makna (meaning) menjadi begitu penting. Manusia bertindak menurut apa yang
mereka lihat dan maknai. Guna mendapatkan pemahaman mengenai penghayatan
subyektif kolektif ini, metode deskriptif dan interpretatif menjadi jalannya.
Sebaliknya, pandangan universal berangkat dari titik
keyakinan bahwa fungsi-fungsi psikologis manusia adalah bagian tak terpisah
sebagai sebuah organisme (psychic unity of human kind). Hal ini menjadikan
segala proses dan fungsi psikologis manusia adalah universal, walaupun dalam
manifestasinya (overt behavior) adalah berbeda antar budaya dan bahkan antar
individu manusia. Guna mendapatkan pembuktian mengenai hal ini, studi-studi
kuantitatif seperti eksperimen klasik Ekman (1973, dalam Matsumoto, 1994)
mengenai universalitas emosi.
Referensi : Dayakisni, Tri. & Salis Y. 2012. Psikologi Lintas Budaya (edisi revisi). Malang : UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Referensi : Dayakisni, Tri. & Salis Y. 2012. Psikologi Lintas Budaya (edisi revisi). Malang : UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
0 komentar:
Posting Komentar